Guro-guro aron berasal dari dua kata, yaitu: guro-guro dan aron. Guro-guro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan Karo, dengan memakai musik karo dan perkolong-kolong. Adapun perlengkapan musik karo yang dipakai untuk itu adalah: sarune, gendang (singindungi dan singanaki), gung dan penganak. Akan tetapi dewasa ini gendang guro-guro aron ini ada kalanya diiringi dengan keyboard. Sementara perkolong-kolong terdiri dari seorang perempuan dan seorang laki-laki yang menyanyi mengiringi aron (muda-mudi) menari. Menurut cerita sebelumnya dikenal dengan nama permangga-mangga, yang menyanyi dari satu desa ke desa lainnya.

Adapun fungsi guro-guro aron itu pada masyarakat Karo adalah sebagai :
    1. Latihan Kepemimpinan (Persiapan Suksesi). Maksudnya, bahwa dalam guro-guro aron, muda-mudi dilatih memimpin, mengatur, mengurus pesta tersebut. Untuk itu ada yang bertugas sebagai pengulu aron, bapa aron atau nande aron. mereka dengan mengikuti guro-guro aron ini dipersiapkan sebagai pemimpin desa (kuta) dikemudian hari.
    2. Belajar Adat Karo. Dalam melaksanakan guro-guro aron, muda-mudi juga belajar tentang adat Karo. Misalnya bagaimana cara ertutur, mana yang boleh teman menari, mana yang boleh menurut adat atau mana yang tidak boleh dilakukan dan lain-lain.
    3. Hiburan. Guro-guro aron juga berfungsi sebagai alat hiburan bagi peserta dan penduduk kampung. Malahan pada waktu itu penduduk kampung, dan tetangga kampung lain juga biasanya hadir.
    4. Metik (tata rias). Dengan diselenggarakannya guro-guro aron, maka muda-mudi, yakni anak perana dan singuda-nguda belajar tata rias (metik) guna mempercantik diri. Mereka belajar melulur diri, membuat tudung atau bulang-bulang dan lain sebagainya.
    5. Belajar Etika. Dalam melaksanakan guro-guro aron ini, anak perana dan singuda-nguda juga belajar etika atau tata krama pergaulan hidup dengan sesamanya.
    6. Arena cari Jodoh. Guro-guro aron juga dimaksudkan sebagai arena cari jodoh bagi anak perana dan singuda-nguda. Oleh karena itu adakalanya pelaksanaannya didorong oleh orang-orang tua, karena melihat banyak perawan tua dan lajang tua di kampungnya.
Adapun guro-guro aron ini dalam pelaksanaannya ada tugas-tugas yang dibagi seperti:
    1. Pengulu Aron/Kemberahen aron. Biasanya gendan guro-guro aron dipimpin oleh pengulu aron dan seorang kemberahen aron. Pengulu aron biasanya dipilih dari pemuda keturunan bangsa tanah (si mantek kuta), sementara kemberahen aron dipilih dari pemudi kuta anak kalimbubu kuta.
    2. Si mantek guro-guro aron. Yang disebut si mantek adalah pemuda atau pemudi dari satu dua yang ikut sebagai peserta/pelaksana guro-guro aron tersebut. si mantek guro-guro aron berkewajiban membayar biaya yang disebut adangen, sebesar yang telah ditentukan dalam musyawarah.
    3. Pengelompokan aron. Aron dikelompok menurut beru-nya masing-masing, misalnya aron beru Ginting, aron beru Karo, aron beru Perangin-angin, aron beru Seambiring, aron beru Tarigan. Si pemuda menyesuaikan tempat duduknya dengan kelompok pemudi itu, misalnya bere-bere Karo di aron beru Karo, bere-bere Sembiring di aron beru Sembiring, bere-bere Ginting di aron beru Ginting dan bere-bere Tarigan di aron beru Tarigan. ini untuk menjaga aturan adat, agar pasangan yang tidak boleh berkawin tidak boleh duduk dan menari bersama. aron dipimpin bapa /nande aron.
    4. Kundulen guro-guro aron. Adalah tempat duduk guro-guro ditempatkan pada salah satu rumah adat. Ini untuk menjaga sesuatu hal pelaksanaan guro-guro tidak dapat dilaksanakan di lapanangan (kesain). Untuk itu pengulu aron dan kemberahen aron datang minta izin kepada pemilik rumah.
    5. Aturan Menari. Dalam praktik untuk meramaikan pembukaan guro-guro aron, ada kalanya perkolong-kolong diadu berpantun sambil bernyanyi. Atau ada kalanya diadakan pencak silat (ndikkar), dan setelah orang berkumpul guro-guro aron pun dimulai menurut arutan adat karo.
      a. Gendang Adat b. Landek Permerga-merga c. Landek Aron d. Landek Pekuta-kutaken
      5. Tepuk dan ndehile. Untuk mengakhiri guro-guro aron biasanya juga diakhiri dengan acara menari menurut adat, seperti pada poin (4), malahan dalam acara penutupan ini si erjabaten (pemusik) pun diberi kesempatan untuk menari.
      Demikian sepintas mengenai acara pelaksanaan guro-guro aron. Akan tetapi dengan lahirnya musik keyboard, masalah etika menjadi tidak diperhatikan. Tata cara menari yang semakin seronok dan serampangan. Ini perlu dihilangkan untuk tetap menghormati adat dan etika Karo.
      (Sumber: Darwin Prinst, Adat Karo 2004