Pertama, Alkitab menyatakan Allah adalah Kasih (1 Yohanes 4:16). Allah adalah Kasih bukan sekedar sifat-Nya yang Mahakasih tetapi Dia sendiri adalah Sumber dan Pribadi Kasih itu sendiri. Berarti, di dalam diri Allah mengalir Kasih sejati. Kasih yang tidak keluar dari diri Allah adalah “kasih” yang palsu !
Kedua, Allah yang adalah Kasih itu sekaligus juga Allah yang Mahaadil. Di dalam kasih-Nya, Ia tetap menghukum barangsiapa yang menolak-Nya. Di dunia postmodern yang kita hidupi saat ini, manusia sedang berusaha melenyapkan konsep tentang keadilan dan sedang mengilahkan konsep “kasih” yang berdampak kepada prinsip “demokrasi” dan “hak asasi” yang liar. Itulah wujud “kasih” palsu. Kasih yang tanpa keadilan bukan berakibat baik seperti yang banyak orang dunia serukan, tetapi justru mengakibatkan sesuatu yang sangat buruk, misalnya kasus poligami, free-sex, dll yang semuanya memakai istilah “kasih/cinta” juga (saya menyebutnya : kasih semu/virtual love). Kasih menurut Alkitab adalah kasih yang disertai dengan keadilan karena kasih-Nya juga disertai keadilan-Nya. Yohanes 3:16-18 menggambarkan dengan jelas hubungan yang tak terpisahkan antara kasih dan keadilan Allah. Di dalam kasih, ada wujud keadilan yang harus dinyatakan. Misalnya, di dalam kasih antar pasangan, ketika salah satu pasangan berbuat tidak beres, pasangan lain dapat menegur dan mengingatkannya bukan untuk membuktikan dirinya lebih benar, tetapi harus dengan cinta kasih. Itulah wujud keadilan yang disertai kasih.
Ketiga, kasih sejati berarti rela berkorban. Kasih sejati yang rela berkorban sudah diwujudnyatakan di dalam pribadi Tuhan Yesus Kristus yang menggenapkan rencana Allah Bapa di Surga dengan mati disalib dan bangkit demi mengasihi dan menebus umat pilihan-Nya dari dosa-dosa mereka (1 Yohanes 3:16). Kasih sejati ini membuka pintu hubungan antara Allah yang Mahakudus dengan manusia berdosa yang dahulu rusak akibat dosa manusia itu sendiri. Kasih berarti rela berkorban. Tetapi sayangnya, konsep kasih sejati ini sering disalahtafsirkan, lalu mengatakan bahwa di hari Valentine, kita harus memberikan bunga sebagai wujud pengorbanan dan kasih sayang kita. Tidak ada salahnya memberikan bunga di hari Valentine, yang menjadi permasalahannya terletak pada esensi kasih yaitu pengorbanan sejati yang harus dimengerti. Berkorban dengan mengantar pasangan ke tempat-tempat tertentu atau memberikan bunga itu bukanlah berkorban tetapi keharusan. Pengorbanan sejati dilakukan bukan dengan keterpaksaan tetapi dengan tulus dan rendah hati serta sukacita sejati. Itulah yang Kristus lakukan bagi kita dan harus kita teladani di dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu wujud pengorbanan di dalam kasih adalah dengan kita memberitakan Injil. Ketika memberitakan Injil, kita mau mengorbankan diri berdiskusi dengan orang-orang non-Kristen tentang Kristus Yesus Tuhan kita dengan semangat kasih yang tanpa kompromi namun jelas dan singkat. Penginjilan membuat kita tidak egois dan sombong akan keselamatan dan kehidupan baru yang telah kita peroleh di dalam Kristus Yesus.
Terakhir, di dalam kasih ada kesetiaan. Di dalam Alkitab, kita melihat kasih Allah selalu berkaitan dengan kesetiaan-Nya akan janji-janji-Nya. Di dalam theologia Reformed, kita mengenal istilah the covenant of God (kovenan/janji Allah). Artinya, Allah yang telah memilih kita dari semula, Dia jugalah yang memelihara janji-Nya dan menggenapkannya bagi kita di dalam Tuhan Yesus serta menyempurnakannya di dalam karya Roh Kudus. Seperti Allah yang setia memelihara keselamatan kita sampai akhir, maka di dalam diri-Nya lah kita juga dapat meneladani prinsip kasih yang setia, di mana kita tidak lagi menduakan Kristus di dalam hidup kita. Kita hendaknya tidak lagi menganggap relativisme atau humanisme sebagai ilah kita selain Kristus. Ketika kita melakukan penduaan hati ini, kita sedang menyakiti hati Tuhan kita Yesus Kristus yang telah menebus dosa kita, dan lagi berarti kita tidak lagi setia kepada-Nya. Akibatnya, jangan heran, ketika manusia hidup mulai mendua hati, hidup mereka pasti tidak damai dan tidak menjumpai kelegaan sejati karena mereka mulai tidak setia. Ketika kita setia kepada-Nya, meskipun hidup kita tidak selalu lancar (bebas dari penyakit, utang, kemiskinan, bencana, dll), tetapi kita memiliki hidup yang berkelimpahan secara rohani (Yohanes 10:10b) dan hidup yang memiliki kelegaan sejati (Matius 11:28-30) di tengah kepenatan dunia yang menghimpit. Itulah seharusnya respon dan komitmen kita sebagai anak-anak-Nya di tengah maraknya konsep “kasih” palsu yang sedang ditawarkan iblis di zaman postmodern ini.
Minggu ini, dalam rangka menjelang Valentine Day, maukah kita kembali kepada konsep kasih yang sejati dari Alkitab dan tidak mau lagi ditipu oleh bujuk rayu iblis yang gemar menawarkan beragam definisi “kasih” yang palsu ?! Sudah seharusnya itulah respon dan komitmen total kita seutuhnya sebagai Permata GBKP dan anak-anak Tuhan di dalam Kristus. Soli Deo Gloria. Solus Christus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar